Komunikasi dan Konstruksi Sosial atas Realitas

Peter L Berger
Peter L Berger

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann pertama kali memperkenalkan istilah konstruksi realitas pada tahun 1966 melalui bukunya The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge. Mereka menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.

Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya.

Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan—Berger menyebutnya sebagai momen. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupu fisik. Adalah sudah sifat dasar manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia—dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisasi yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas sui generis. Hasil dari eksternalisasi—kebudayaan—itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non-materil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada di luar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami setiap orang. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.

Realitas itu bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tidak juga sesuatu yang dibentuk secara ilmah. Tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Oleh karena itu, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa memiliki konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.

Paradigma konstruktivis melihat bagaimana suatu realitas sosial dikonstruksikan. Fenomena sosial dipahami sebagai suatu realitas yang telah dikonstruksikan. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Nah, dalam hal ini pula komunikasi dilihat sebagai faktor konstruksi itu sendiri.

Ketika manusia coba memahami tentang realitas sosial tadi melalui fase eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi maka pada hakikatnya manusia dalam proses komunikasi. Komunikasi di sini tidak dilihat dari perspektif paradigma transimisi. Komunikasi dilihat lebih kepada bagaimana komunikasi membentuk konstruksi tentang apa yang dipercaya manusia tersebut sebagai realitas sosial tadi. Komunikasi yang terjadi dalam tataran komunikasi simbolik. Masih ingat pembahasan teori interaksionisme simbolik? Teori tersebut berada pada ranah paradigma konstruktivisme ini.

Bahasa, sebagai alat komunikasi manusia pada hakikatnya tercipta berkat proses konstruksi sosial tadi. Manusia menciptakan bahasa dan bahasa pula yang menciptakan manusia. Keduanya melakukan proses yang dialektis. Dan begitu pula seterusnya.

Daftar Pustaka:

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES

8 thoughts on “Komunikasi dan Konstruksi Sosial atas Realitas

  1. wahh,,bagus bgt isi na,,
    kebetulan sy sedang skripsi tentang konstruksi berita..
    pak,,kalo teori konstruksionis bagaimana?
    saya minta referensi buku tentang teori konstruksionis dong..
    tolong bantu ya pak..

  2. pak, tulisannya pas dengan teori dasar tesis saya. mohon info tentang buku Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES. dimana saya bisa mendapatkannya? saya tinggal di Jember, sesekali ke surabaya. tq.

    1. maaf saya tidak begitu mengikuti perkembangan dari teori berger dan luckman ini, tapi biasanya teori ini dikemabangkan dalam kajian media sebagai teori konstruksi media, terima kasih

    1. teori beger & luckmann sebenarnya teori sosiologi secara umum, masalah apakah bisa diterapkan utk konteks media online atau tidak saya rasa lebih perlu melihat konteks atau permasalahannya dulu. untuk diskursus tentang media online saya pikir akan lebih menarik jika menggunakan konsep dan teori new media

Leave a comment